oleh

Lawan Hoax Terkait Covid Bisa Menular Lewat ASI

Hasil penelitian cross-sectional secara daring yang dilakukan Health Collaborative Center (HCC) menemukan fakta bahwa 62% tenaga kesehatan (nakes) di layanan primer di Indonesia mengaku kesulitan mempertahankan ibu untuk memberikan ASI eksklusif selama masa pandemi Covid-19 karena banyak faktor, salah satunya adalah hoax atau berita bohong.

Menurut Peneliti Utama sekaligus Founder & Chairman HCC, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, dalam peringatan “Pekan ASI Sedunia” bertemakan “Lindungi ASI Tanggungjawab Bersama” pada Rabu (4/8), masalah hoax telah menjadi halangan untuk ibu bisa percaya dengan nakes. Bahkan para ibu lebih percaya dengan broadcast whatsapp dan artikel yang tidak jelas sumbernya.

Hoax yang paling sering adalah soal Covid bisa menular lewat ASI, itu yang dikhawatirkan. Ini hoax terbesar dan WHO telah mengatakan sebaliknya, malah dalam ASI pada ibu yang terkonfirmasi positif memiliki antibodi khusus. Tidak pernah ada satupun dari banyak penelitian bahwa terdapat virus di ASI, bahkan asi bisa membantu mempercepat recovery pada bayi. Untuk mencegah ibu-ibu yang lebih percaya hoax makanya harus ada pelatihan infodemik demi melindungi ibu-ibu agar bisa memberikan asi secara eksklusif,” ujar dia.

Dr Ray pun menyampaikan tips-tips aman bagi ibu untuk memberikan ASI di tengah pandemi Covid-19:

Baca Juga  Pasien Bertambah 6.022 Sembuh Dari COVID-19

1. Apabila ibu dan anak tidak terkonfimasi positif Covid maka ibu bisa secara langsung memberikan ASI, dan bisa dipompa jika volumenya berlebih.

2. Apabila ibu terkonfirmasi positif dengan gejala ringan dan bayinya negatif maka keduanya tetap tidak boleh dirawat gabung. Sedangkan untuk pemberian ASI secara langsung, ibu harus memakai alat pelindung diri (APD) lengkap dan tidak ada kegiatan verbal. Jika masih ragu karena untuk kebaikan anak maka sebaiknya ASI dipompa lalu diberikan lewat perantara keluarga di rumah yang tidak terkonfirmasi positif.

3. Jangan lupa untuk mensterilisasi botol susu terlebih dahulu sebelum diberikan kepada anak. Hal ini bisa dilakukan dengan alat sterilisasi yang sudah ada di pasaran atau cukup merebusnya pada suhu minimal 80 derajat Celcius selama 5 menit.

4. Untuk ibu dan anak yang terkonfimasi positif Covid-19 dapat dirawat gabung bila menjalani isolasi mandiri. Namun, jika keduanya mengalami gejala berat, khususnya pada bayi harus dtangani di rumah sakit.

5. Mewujudkan fasilitas rawat gabung untuk ibu dan anak yang terkonfirmasi positif Covid-19 sehingga bisa menyusui secara langsung. Jika ibu memiliki gejala batuk maka diharuskan untuk memakai masker dan dilarang untuk berbicara.

Baca Juga  Gerindra Minta Kenaikan Ongkos Haji Rp 69 juta Dikaji Ulang: Terlalu Berat untuk Rakyat

Sebagai informasi, penelitian mendalam yang dilakukan HCC juga mengungkapkan dua analisis yang dihadapi para nakes. Pertama, 57% merasa tidak adanya fasilitas khusus untuk pelayanan ANC (ante natal care) secara daring/telemedicine selama pandemi.

“Ini bisa dilihat, semua kegiatan pelatihan dihentikan karena negara sedang fokus untuk melawan Covid, yang mana semua orang setuju akan hal ini. Namun, pelayanan kesehatan ibu dan anak, khususnya ibu hamil dan menyusui juga harus mulai ditanggapi dengan baik. Dengan adanya penelitian ini bisa membantu masalah ini tidak dipandang sebelah mata oleh negara. Sulitnya akses langsung untuk para ibu dan nakes mengenai pelatihan laktasi ini membuat upaya mempertahankan pemberian ASI Eksklusif terganggu,” kata Dr Ray.

Analisis kedua, lanjut dia, merupakan hal yang sangat mengejutkan karena para nakes tidak mendapat pelatihan manajemen laktasi untuk pandemi. Sebanyak 42% kurang adanya ketersedian informasi tentang menyusui, padahal ini merupakan indikasi kehidupan awal untuk bayi. Karena 1.000 hari pertama di kehidupan awal bisa menetukan kehiduan anak di kemudian hari.

Untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi para nakes, Dr Ray memberikan empat rekomendasi:

1. Praktiknya tetap harus dilakukan. Harus ada kesediaan waktu untuk WA dan telpon. Dokter melihat bahwa hanya dengan telpon dan sms bisa mempertahankan attitude ibu untuk tetap melakukan laktasi, jadi mereka tetap bisa mendapatkan info pelatihan tanpa perlu keluar.

Baca Juga  Korban Tabrakan Bus Transjakarta di Halte Cawang Masih Alami Trauma

2. Saran yang paling efektif (harus tetap ada konseling). Sering sekali ibu-ibu mengeluh pada nakes karena berita yang dia peroleh merupakan berita hoax dan mengatakan untuk tidak memberikan ASI saat ini. Padahal pemberian ASI malah bisa membantu keduanya untuk pulih dari gejala Covid-19 dengan cepat.

3. Kebijakan ketat dalam pengendalian hoax. Nakes perlu mendapatkan pelatihan infodemik untuk menangani hal ini. Penting sekali adanya modul pelatihan laktasi di masa pandemi, dan juga modul pelatihan infodemik.

“Perlu ada inovasi fasilitas pelayanan dan konseling yang harusnya lebih bersahabat untuk ibu dan bayi. Dengan memperluas pelayanan ibu menyusui, jika memungkinkan dibuatkan posyandu daring. Mungkin juga bisa menggunakan Aplikasi khusus karena sudah banyak instrumen online yang bisa diupayakan. Perangi hoax dengan pelayanan secara online juga. Kita harus bantu ibu dan anak menyusui selain aspek Covid, karena nakes mulai kewalahan terlebih adanya hoax,” ungkap Dr Ray. (*/cr2)

Sumber: beritasatu.com

News Feed