Jakarta – Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria membenarkan bahwa hibah Pemprov DKI kepada yayasan atau organisasi masyarakat menjadi bahan kajian. Riza mengatakan kajian itu dilakukan di tingkat SKPD atau instansi terkait sebelum dibahas kembali dengan DPRD DKI Jakarta.
Hal ini disampaikan Riza terkait munculnya polemik sejumlah dana hibah yang tertuang dalam rencana APBD DKI Tahun 2022, seperti dana hibah untuk Yayasan Pondok Karya Pembangunan (YPKP) dan Yayasan Bunda Pintar Indonesia (BPI).
Dana hibah untuk kedua yayasan ini menjadi persoalan karena dinilai ada konflik kepentingan di mana YPKP merupakan yayasan yang dipimpin ayah Wagub Riza dan BPI merupakan yayasan yang memiliki keterkaitan dengan Wakil Ketua DPRD DKI Zita Anjani.
Selain itu, belakangan muncul polemik soal dana hibah kepada MUI DKI Jakarta Rp 10,6 miliar yang dikaitkan dengan pembentukan cyber army oleh MUI DKI untuk membela Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
“Dari pihak Pemprov melakukan kajian dan evaluasi nanti bersama-sama dengan teman-teman di DPRD, setelah itu nanti baru diputuskan oleh teman-teman di DPRD seperti yang berlangsung selama ini,” ujar Riza di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (21/11/2021) dilansir beritasatu.com.
Riza menegaskan, pengajuan dan pemberian dana hibah tersebut sudah memiliki aturan dan ketentuannya. Tidak bisa, kata Riza, hanya berdasarkan proposal, lalu disetujui.
“Dana hibah harus sesuai ketentuan dan peraturan yang ada dan peruntukannya melalui proses yang panjang, tidak ujug-ujug mengajukan surat proposal kemudian disetujui itu, tidak,” tandas Riza.
Dana hibah dari APBD DKI Jakarta tersebar ke berbagai SKPD. Riza sendiri tidak menyebutkan secara rinci jumlahnya dan besaran dana hibah untuk masing-masing lembaga atau organisasi.
Sebelumnya, Riza mengatakan dana hibah untuk lembaga atau organisasi selama ini digunakan untuk dana operasional atau pembangunan, bukan untuk tujuan-tujuan politik praktis.
Dia mencontohkan dana hibah Pemprov DKI sebesar Rp 486 juta kepada Yayasan Pondok Karya Pembangunan (YPKP) yang tertuang dalam data hasil input komponen Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2022.
Dana ini dianggarkan oleh Dinas Sosial DKI Jakarta melalui rekening belanja hibah uang kepada badan dan lembaga nirlaba, sukarela dan sosial yang telah memiliki surat keterangan terdaftar.
Dana hibah tersebut, kata Riza digunakan untuk membiayai makan-minum para santri dan siswa yang berada di bawah YPKP.
“Itu makan 90 santri dhuafa dengan rinciannya Rp 10.000 (sepuluh ribu) x 3 kali makan x 30 hari x 6 bulan sehingga total Rp 486 juta. Sementara kalau kita lihat di panti asuhan yang kita miliki (dinsos) itu biayanya malah kurang lebih Rp 44.000 satu hari, kalau Pergub sekali makan malah Rp 47.000, snack Rp 18.000. Ini cuma Rp 10.000,” ungkap Riza dilansir beritasatu.com.
Besaran dana dan jumlah organisasi penerima dana hibah berbeda-beda di setiap SKPD. Contohnya Dinas Sosial DKI Jakarta menerima pengajuan dana hibah dari 80 organisasi, lembaga dan yayasan pada anggaran Tahun 2022.
Dari 80 organisasi tersebut, Karang Taruna DKI Jakarta merupakan organisasi yang mendapatkan dana hibah tertinggi, yakni Rp 1 miliar. Sementara penerima hibah terendah adalah yayasan Cheshire Indonesia senilai Rp 18 juta. Secara umum, organisasi penerima hibah dari Dinas Sosial DKI rata-rata mendapatkan dana hibah kisaran Rp 25-75 juta.
Salah satu ketentuan yang mengatur dana hibah adalah Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Dalam Pasal 62 PP tersebut dinyatakan belanja hibah diberikan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lainnya, badan usaha milik negara, BUMD, dan/atau badan dan lembaga, serta organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemberian hibah itu ditujukan untuk menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah daerah sesuai kepentingan daerah dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat.
Belanja hibah ini dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah setelah memprioritaskan pemenuhan urusan urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(*/cr2)